Untuk menjaga kenyamanan pihak Bodrex maka saya tulis Bodrek.
WARTAWAN Bodrek, begitu sebutan untuk manusia yang melakukan kegiatan mirip wartawan. Wartawan adalah orang yang tugasnya mengumpulkan informasi kemudian mengolah dan menerbitkan secara berkala. Jadi kalau tidak berkala atau tidak secara teratur tidak tepat disebut wartawan. Bloger apakah wartawan? Sebab dia mengumpulkan dan mengolah informasi. Maka agar menajdi jelas untuk wartawan ditambah syarat lagi, bekerja di perusahaan pers. Apakah wartawan bodrek masuk kategori wartawan yang sesungguhnya? Bagaimana sampai disebut wartawan bodrek?
Saya tidak ingat persis mulanya kapan. Seingat saya awal dekade delapan puluhan Pak Rosihan Anwar, tokoh pers Indonesia, sering menyebut Wartawan Tanpa Suratkabar (WTS) kepada mereka yang bergaya wartawan tetapi tidak punya media. Setelah itu muncul sebutan Wartawan Bodrek dan kemudian ketika Pak Bagir Manan menjabat Ketua Dewan Pers menggunakan istilah Wartawan Abal Abal. Semuannya mengacu kepada manusia yang berpraktek mirip wartawan tetapi bukan wartawan. Bukan wartawan karena mereka tidak membuat berita dan menuliskannya di media massa untuk dipublikasikan dengan aturan etika jurnalistik. Lantas ngapain mereka? Ah, tak perlu saya jelaskan karena banyak orang sudah tau.
Tahun nya kalau tidak salah sekitar media 80-an. Koreksi jika ada pembaca yang ingat. Saya yang ketika itu sekolah di Sekolah Tunggi Publisistik (STP) sekarang jadi Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP) sudah mulai menulis di berbagai media. Tentu sebagai wartawan lepas. Saya mencari sesuatu yang menarik kemudian diwawancarai untuk ditulis dan jual ke media seperti Kompas, Sinar Harapan (sebelum kemudian menjadi Suara pembaruan). Untuk menambah pengetahuan saya juga sering menghadiri seminar-seminar di berbagai tempat di Jakarta. Saya tidak sungkan masuk dalam ruang seminar karena saat itu banyak sekali wartawan di lapangan adalah senior di STP. Sehingga terbantu bahkan diajak bergabung. Saat seminar di Hotel Sahid Jaya usai, tiba-tiba sekelompok orang menyerbu panitia. Saya menduga wartawan. Tapi, koq, para senior yang wartawan tidak ikutan. Dalam ketiakmengertian itu tiba-tiba beberapa wartawan nyeletuk, ‘”Bodrek menyerang!” Ayo kita pulang, kata para senior.
Sambil jalan menuju toilet, masih di dalam gedung hotel, saya bertanya ke senior, maksudnya apa tadi? Bodrek menyerang. Dijelaskan, iItu orang mengaku wartawan dan ada di setiap acara. Mereka berkelompok kerjanya minta duit ke panitia bukan cari berita. Kami tidak kenal tapi tau wajahnya satu persatu. Caranya memburu panitia itu mirip iklan obat Bodrex. Saya mulai mahfum dengan istilah Bodrek Menyerang. Tahun tujuhpuluhan memang ada iklan Obat Bodrex di TVRI yang menggambarkan seseorang sakit kepala. Ilustrasi ikan tersebut ada banyak mahluk bertanduk dan bertaring menyerang bagian kepala manusia sampai sakit. Pegang kepala si manusia mengerang kesakitan. Tiba-tiba datang pasukan Obat Bodrex membawa tombak dan tameng (sepertinya begitu saya sudah lupa) seraya berterteriak, “Bodrex Menyerang!”. Seketika mahluk bertanduk tadi lari. Buron. Ketakutan. Manusi pemilik kepala yang sakit tadi langsung tersenyum. Tidak sakit lagi kepalannya.
Tapi kalau dalam kasus wartawan bodrek ini justru terbalik. Mahluk wartawan bodrek justru bikin sakit kepala yang diserang. Panitia acara, misalnya, atau siapapun sering lari tunggang langgang diserbu wartawan Bodrek. Saya pernah diserbu wartawan bodrek usai meresmikan salah satu jaringan Stasiun Radio Trijaya di daerah. Mereka pikir saya boss atau pengusaha. Mereka ikuti saya ke toilet kemudian menyodorkan daftar nama, katanya daftar wartawan yang meliput acara saya, butuh transport. Saya pun menjawab, saya ini wartawan, mosok jeruk makan jeruk? Saya memang Pemimpin Redaksi Radio Trijaya Network. Mereka kemudian pergi seraya ada yang teriak, “Pahit!” Ada juga yang teriak, “Makan angin!”
Saya tidak tau persis istilah itu mulai kapan tetapi yang pasti setelah istilah WTS mulai pudar. Sebetulnya yang diambil oleh kakak-kakak wartawan itu adalah kata “menyerang”nya bukan Bodrex-nya. Ada sekelompok orang mengaku wartawan menyerang panitia. Jika saat itu ada iklan Balsem Cap Macan Menyerang bisa jadi sebutannya bukan wartawan bodrex tapi Wartawan Balsem.
Ciri kelompok bodrex ini, gayanya lebih dari seorang wartawan. Bawa tape recorder atau bloknote mencatat. Kadang lengkap dengan kamera sebagai simbol wartawan. Mereka selalu berkelompok, minimal dua orang dan enggan bergabung dengan wartawan asli. Begitu wartawan usai mewawancarai giliran kelompok mereka maju mendekat nara sumber. Minta duit. Mereka sangat mengganggu.
Saya punya banyak pengalaman ketika menggelar acara Talkshow Radio Trijaya di Warung Daun, Cikini Jakarta selama kurun waktu sembilan tahun. Wartawan bodrek ini selalu hadir. Mereka tau mana naras umber yang bisa “diperas”. Luar biasa. Mereka mengincar honor yang saya beri kepada pembicara. Terang-tengan mereka minta. Biasanya pejabat setingkat dirjen menyerahkan amplop honor ke mereka begitu diminta. Repotnya jumlah mereka banyak, sehingga yang tidak berhasil merebut amplop honor tadi memaksa pejabat mengeluarkan uang. Sempat suatu pejabat yang saya undang menjadi pembicara, saat hendak masuk mobil berhenti, mungkin sudah tidak tahan, bertanya, “Anda punya pekerjaan tidak? Setiap saat Anda minta uang. Kali ini saya kasih lain kali jangan.”
Dengan banyak peristiwa seperti itu maka saya dibantu security Radio Trijaya selalu mengawal nara sumber sampai masuk mobil agar tidak diserang wartawan bodrek. Tapi sering kebobolan juga karena tidak hanya satu naras umber. Satu nara sumber dikawal dua lainnya tertinggal. Kena juga. Bodrek yang satu ini bukan obat dan, memang, bikin sakit kepala.
** Mohon maaf kepada Bodrex, Obat sakit kepala nomor 1 di Indonesia yang terpercaya sejak 1970.