close
No Result
View All Result
EDDYKOKO
  • HOME
  • DUNIA WARTAWAN
  • FOTOGRAFI
  • POLITIK
  • TEMPO DOELOE
EDDYKOKO
  • HOME
  • DUNIA WARTAWAN
  • FOTOGRAFI
  • POLITIK
  • TEMPO DOELOE
No Result
View All Result
EDDYKOKO
eddy koko kebohongan

Kebenaran, Kebohongan & Jurnalisme

Tulisan ini telah dimuat di Koran Sindo Edisi Jumat, 23 Juli 2021

Eddy Koko by Eddy Koko
23 Juli 2021
in DOKUMENTASI, DUNIA WARTAWAN, PERS DAN MEDIA
0
Share on FacebookShare on Twitter

WINSTON CHURCHIL, perdana menteri legendaris Inggris itu termasuk orang yang percaya, kebenaran mampu mengalahkan kebohongan. Dengan santai Pak Churchill bilang,  meskipun kebohongan sudah berlari kencang sementara  kebenaran baru mengikat tali sepatunya, tetapi kebenaran akan mengalahkan kebohongan.  Tetapi bagaimana dengan sekarang, kebohongan sudah lari kencang sekali berkendaraan media sosial (Medsos) dengan dampak luar biasa sementara kebenaran baru cari toko sepatu? Sialnya, saat mau bayar, baru tahu,  dompetnya ketinggalan. Kebenaran, tampaknya, memang, sedang kedodoran, butuh bantuan dan kepedulian banyak orang.

Mengapa kebenaran dapat mengalahkan kebohongan? Menurut budayawan Radhar Panca Dahana (alm), dalam talkshow radio Polemik, Sabtu 15 Januari 2011,  meskipun kebohongan punya speed, tetapi kebenaran memiliki endurance. Kebenaran memiliki tenaga yang tak kenal lelah dalam menutup kebohongan. Jadi, jangan pernah lelah mendorong kebenaran untuk lari menyusul kebohongan.

Kebohongan yang  sekarang populer disebut hoax, dulu perlu waktu sampai kepada seseorang, sekarang dalam hitungan detik menyebar ke ribuan bahkan seantreo dunia. Hoax membuat masyarakat terbelah, pemerintah tak lagi dipercaya, sesama manusia saling curiga dan merontokkan kepercayaan kepada siapa saja, dimana saja, kapan saja. Penelitian Journal of Personality and Social Psychology mengungkapkan, dalam sehari seseorang dapat melakukan kebohongan satu sampai dua kali. Tetapi menarik pendapat psycolog Prof. Hamdi Muluk, suatu hari, sambil makan siang di Warung Daun Jakarta  mengungkapkan, seorang psycopat yang suka berbohong, bahkan bangga hasil kebohongannya sukses merugikan orang banyak dan menipu bagian dari hidupnya tetap marah jika dikatakan sebagai pembohong. Tidak ada satu manusia pun di muka bumi ini nyaman dikatakan sebagai pembohong. Basis moralnya runtuh.

TERAPI JURNALISME

Peredaran hoax di medsos sudah masuk ketegori kondisi darurat dan merepotkan. Contohnya, hoax seputar Covid-19 di Indonesia yang menambah semakin rumitnya penanganan dan pengendalian virus mematikan ini. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Indonesia mencatat, dalam sehari tidak kurang 200 – 250 informasi  hoax di medsos. Tahun 2021, sejak  Januari sampai awal Juli  ada 1.695 isu covid-19 hoax ditemukan dan dipastikan terus berlanjut. Hoax dikemas dengan gaya sangat meyakinkan sehingga penerimanya seakan terhipnotis, tanpa pikir panjang langsung meneruskan pesan secara berantai dan menjadi viral. Pemerintah tidak diam melawan hoax dengan melakukan sosialisasi melalui  radio, televise, surat kabar sampai baliho raksasa di pinggir jalan agar masyarakat sadar  serta  selektif menerima informasi. Namun semua itu belum membuahkan hasil menggembirakan karena hoax masih berseliweran  di medsos.

Persoalan berita bohong di hulu dan hilir tak kunjung berakhir meskipun sudah dilakukan edukasi kepada masyarakat di wilayah tersebut. Banyak pelaku pembuat hoax diringkus dan diadili, namun hoax-hoax baru dan viral muncul kembali. Media jurnalistik sebagai penyampai kebenaran tampak kalah pamor. Medsos sudah bergerak cepat sementara media jurnalistik masih memastikan tali sepatunya terikat dengan benar. Dalam kondisi kebohongan yang membingungkan, peran media jurnalistik sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat mendapatkan kejelasan.

Media jurnalistik harus diakui relatif lamban dibanding medsos, karena sebelum menjadi berita, informasi harus diolah melalui aturan jurnalistik. Informasi yang masuk ke meja redaksi harus diverifikasi dahulu kebenarannya, sehingga membutuhkan waktu untuk disiarkan. Medsos tak peduli dengan aturan. Penerima pesan dari medsos dapat langsung unggah atau share tanpa verifikasi kebenarannya dan tidak jelas siapa bertanggung jawab. Pada media jurnalistik jelas siapa dan dimana pihak bertanggungjawab terhadap berita yang disiarkannya. Polisi harus melacak, mengurai simpul awal penyebaran berita bohong di medsos untuk sampai kepada orang yang bertanggung jawab.

Jurnalisme memiliki aturan dalam menyiarkan berita, seperti tidak menghakimi, azas praduga tak bersalah, menghormati keberimbangan dan yang utama adalah informasi harus diuji dahulu kebenarannya. Sebagai institusi produksi dan penyebaran informasi jurnalisme berpegang pada etika, standar profesional dan tanggung jawab dalam menghasilkan serta menyebarkan informasi. Prinsip inilah yang perlu menjadi budaya atau sistem nilai dalam era digital terkait penyebaran informasi. Meskipun dunia dan interaksi antara publik berubah, tetapi prinsip dasar jurnalisme tak pernah berubah.

Kondisi masyarakat yang terkontaminasi medsos akut perlu segera disadarkan melalui terapi. Ada baiknya jurnalisme diperkenalkan sejak dini sebagai salah satu terapi kepada masyarakat luas agar bijak dalam bermedsos. Dulu ada majalah dinding di sekolah-sekolah yang sekarang berubah bentuk menjadi  media on-line melalui kegiatan ini pengenalan jurnalistik bisa lebih ditekankan. Sayangnya, media sekolah sering tidak menarik sehingga siswa lebih banyak terhubung dengan media sosial, apakah itu facebook, WhatsApp, tweeter dan sebagainya. Anak  hidup dalam era informasi instan tetapi tidak banyak mendapat pendidikan, bagaimana berkomentar di media dengan baik. Jurnalisme membantu mereka menuliskan komentar positif dalam blog sekaligus belajar bertanggung jawab atas media yang dikelolanya.

Pelajaran atau pengenalan jurnalistik di sekolah kepada siswa dapat disisipkan dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti Pendidikan Informatika maupun Bahasa Indonesia. Selain melalui pelajaran ekstra kulikuler media massa yang sudah dilakukan sejumlah sekolah. Kerjasama antara sekolah dengan lembaga pers atau media jurnalistik dan  Dewan Pers dapat dilakukan sebagai penguatan materinya. Intinya, jangan sampai menebar kebohongan kemudian hari menjadi budaya.***

Eddy Koko Wartawan, Pengajar Jurnalistik di FISIP Universitas Sriwijaya Palembang

Download Halaman Opini Koran Sindo Edisi Jumat, 23 Juli 2021

Related Posts

DUNIA WARTAWAN

INTEL MASUK MEDIA

Artikel ini dimuat Koran Sindo edisi 30 Des 2022 DULU, pada suatu zaman di Indonesia, kudu hati-hati bicara atau...

by Eddy Koko
30 Desember 2022
Suasana Kerusuhan Mei 1998 /Foto: Dokumentasi Kompas
DUNIA WARTAWAN

Memori di Lokasi Tragedi Mei 98

TANGGAL 13 Mei 1998 merupakan hari kelam bagi bangsa Indonesia. Kerusuhan terjadi hari itu, menyusul penembakan terhadap mahasiswwa Universitas...

by Eddy Koko
13 Mei 2022
In Memoriam Idang Rasjidi
DOKUMENTASI

Idang Rasjidi Pahlawan Komunitas Jazz Indonesia

KAPAN dan dimana saja ada Idang Rasyidi disitu ada anak muda. Idang bagaikan bunga manis yang selalu dikerubuti lebah...

by Eddy Koko
6 Desember 2021
Minta Lagu Zaman Dulu di Radio
DOKUMENTASI

Minta Lagu Zaman Dulu di Radio

MAHASISWI kelas Broadcasting di Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan,Lara Hati, melempar pertanyaan, dahulu bagaimana pendengar radio minta kepada stasiun radio...

by Eddy Koko
11 September 2021
Next Post
STOP PRESS

STOP PRESS

EDDYKOKO

© 2021 eddykoko.com

Navigate Site

  • Beranda
  • Sample Page

Follow Us

No Result
View All Result
  • HOME
  • DUNIA WARTAWAN
  • FOTOGRAFI
  • POLITIK
  • TEMPO DOELOE

© 2021 eddykoko.com