DR. H. Darsono
Haji Darsono atau lengkapnya H. DR. (HC) Darsono ketua Yayasan Sasmita dikenal sebagai pendiri Universitas Pamulang adalah orang baik. Ia wafat, Jumat, 30 Desember 2022 pada usia 67 tahun di Pamulang, Tangerang Selatan. Dalam kehidupannya diakui banyak membantu masyarakat terutama dalam bidang pendidikan terhadap mereka yang tidak mampu sekolah. Belakangan Pamulang daerah setingkat kecamatan menjadi sangat meriah dengan hadirnya Universitas Pamulang dengan mahasiswa mencapai 80 ribuan dengan dosen sekitar 2.000 orang.
Saya mengenal Pak Darsono sekitar tahun 2004 di Pamulang. Berawal dari ketika membeli rumah yang dibangun Pengembang Perumahan Sasmita di kawasan Jl. DR. Setiabudi, Tangerang Selatan, Banten. Sebagai wartawan saya banyak bertemu tokoh berbagai bidang ada yang menarik ada yang biasa saja. Dalam pandangan saya, Pak Darsono ini menarik sehingga saya berkali ngobrol mengorek pengalaman dan misi dalam kehidupannya. Karena masa itu model transfer bayar cicilan rumah masih sulit, belum seperti sekarang yang bisa online via handphone, maka caranya harus datang langsung ke kantor Sasmita. Pembayaran tidak melalui bank karena Sasmita mengelola langsung cicilan konsumennya. Tempatnya di salah satu ruangan menyatu dengan Gedung Sekolah Menengah Ekonomi (SMEA) Sasmita dan di ruangan inilah kami sering berbincang-bincang.
Panjang lebar kami ngobrol jika bertemu. Tetapi karena Pak Darsono bilang, tidak mau dipublikasikan maka saya menghargai dan tidak menuliskan di media. Mungkin itu waktu merasa belum layak tampil di media sebab kemudian hari Pak Darsono tampil di acara Kick Andy dan belakangan di media sosial seperti Youtube. Bisa dimengerti karena kemduian hari dikenal karena sudah membangun universitas, tidak lagi setingkat SMK. Bukan berarti dulu belum dikenal, sebab ketika saya menjadi juri Piala Presiden Lomba Penulisan Media Massa seluruh Indonesia tahun 2018, saat istirahat rapat, di Hotel Swiss Bell Serpong, ketua panitia lomba, Mas Margiono (alm), mantan Ketua PWI Pusat dan pernah Anggota Dewan Pers menyinggung tentang peran Pak Darsono terhadap Tangerang Selatan sebagai wilayah pemekaran. Jadi Pak Darsono sudah punya kiprah dan peran sejak lama di Tangerang Selatan.
Buat saya apa yang dilakukan Pak Darsono menarik, baik sebagai developer maupun pendidik. Dalam hal pembelian rumah atau sebagai developer, saya tanya, mengapa untuk beli rumah yang dibangun Sasmita hanya mensyaratkan fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja? Padahal developer lain mensyaratkan banyak hal termasuk garansi bank yang tidak mudah. Itu sebab saya belum membeli rumah karena enggan harus kongkalikong dengan bagian personalia dan keuangan di kantor menaikkan jumlah gaji agar tampak besar sehingga kredit pembelian rumah disetujui bank. Pak Darsono menjawab enteng, yang dibeli adalah masih rumah miliknya, surat dan rumah tidak dibawa pembeli, mau kabur tidak mungkin bawa rumah. Kalau terjadi kredit macet, tidak sanggup melanjutkan, dibahas sama-sama dan jual sama-sama, dibagi berapa uangnya dan berapa punya Sasmita. Sistem yang menarik.
Kemudahan diterapkan Pak Darsono dalam membantu banyak orang memiliki rumah membuat isi komplek perumahan yang dibangunnya beragam profesi. Yaitu dari tukang bubur, peneliti, politisi, swasta sampai pegawai negeri. Ada cerita menarik tentang tukang bubur yang mimpi memiliki rumah sendiri, ikut membeli rumah Sasmita dengan cara mencicil. Tidak setiap bulan mencicil tetapi harian pun diterima dengan uang recehan. Karyawan Sasmita, kalau tidak salah Pak Dono (maaf lupa) menceritakan, murid SMEA Sasmita latihan pembukuan atau pengelolaan keuangan di Sasmita juga.
Sistem pembayaran rumah dari Sasmita juga relatif menarik dan memudahkan pihak yang segera ingin melunasi. Sistem yang diterapkan adalah bunga berdasarkan pokok sehingga jika kita bayar lebih maka hutang berkurang dan bunganya otomatis juga mengecil. Cara seperti di Sasmita ini jika terjadi di bank kebanyakan akan kena finalti. Saya membeli rumah di Sasmita, satu jalan dengan rumah Pak Darsono, di Pamulang sesuai kesepakatan kredit selama tujuh tahun tetapi karena dalam perjalanan ada rezeki maka selalu bayar lebih sehingga dalam tempo tiga tahun lunas tanpa finalti. Begitu lunas langsung dibantu penyelesaian surat-surat kepemilikan rumah. Cara yang cukup membatu dan menguntungkan.
Suatu hari, Pak Darsono, mengenakan celana pendek berdiri depan SMK miliknya ketika saya melintas kemudian berbincang sejenak. Tiba-tiba seorang ibu menghampiri, dikatakan si ibu bahwa anaknya yang sekolah di sekolah Sasmita tidak bisa ikut ulangan karena belum bayar uang sekolah. Sang ibu mengutarakan alasannya mengapa belum bisa bayar sekolah, tetapi menjanjikan akan bayar. Dengan enteng Pak Darsono, suruh anaknya masuk sekolah, nanti ia akan bilang ke sekolah. Menurutnya, anak wajib sekolah, jangan ikut susah seperti orang tuanya.
Ketika kampus Universitas Pamulang (Unpam) berdiri dekat Bunderan Pamulang, kembali saya bertemu Pak Darsono sedang mengamati bangunan baru. Ada tower antena di atas gedung Kampus Unpam, saya pun berbincang, bagaimana memanfaatkan tower antena tersebut. Saya sudah lupa untuk tower apa tetapi kalau tidak salah dimanfaatkan Polsek Pamulang yang berada diseberang kampus. Tetapi saya lupa pastinya. Oleh sebab saya bekerja mengelola Radio Trijaya FM maka pembahasan, bagaimana jika tower juga dapat dimanfaatkan untuk pemancar stasiun radio? Saya tidak menanggapi serius karena izin usaha radio lumayan rumit untuk frequensi dan peralatan. Pengalaman terjun langsung membangun sebelas stasiun radio jaringan MNC di daerah cukup melelahkan dan tidak mudah. Banyak pos harus diurus.
Setelah rumah yang saya beli dari Sasmita lunas praktis saya tidak pernah berbincang lagi dengan Pak Darsono karena tidak pernah ketemu. Saya juga sibuk dengan pengelolaan dan jadwal kerja seiring tanggung jawab memimpin Radio Trijaya, banyak keluar kota, mondar-mandir Jakarta – daerah karena jaringan radio MNC cukup banyak, ada di berbagai kota besar di Indonesia. Tentu juga karena sudah tidak ada kepentingan lagi dengan Sasmita.
Tahun 2015 saya berhenti bekerja secara resmi dari perusahaan, lebih banyak menulis, mengajar dan diskusi sana sini dengan banyak teman. Pendeknya, isi waktu tanpa terikat dengan perusahaan lagi. Bebas. Oleh sebab ada waktu lowong maka saya mencoba kuliah lagi sekedar mencari teman diskusi agar tidak pikun. Selama terjun di lapangan sebagai wartawan selain meliput bidang politik, olahraga sampai budaya pernah lama meliput bidang hukum. Saya tidak pernah sekolah hukum tetapi kuliah jurnalistik 1980, maka mencoba tahu seputar hukum. Saya memiliki ketertarikan dengan dunia hukum, sering meliput persidangan dan membaca banyak karya John Grisham, seorang novelis, pengacara dan politisi Amerika. Kebetulan rumah dekat dengan kampus Unpam, cukup jalan kaki maka saya masuk fakultas hukum di universitas dengan mahasiswa luar biasa banyaknya.
Sayang, perkuliahan tidak sesuai yang saya harapkan sebagai cara mencari teman diskusi. Baru satu semester datang wabah Corona, mengharuskan perkuliahan dilakukan secara online. Saya juga harus mengajar menggunakan zoom. Sangat tidak efektif. Pengetahuan hukum menurut saya harus dilakukan dengan banyak diskusi. Kuliah online tidak maksimal. Mau berhenti tanggung, sampailah pada akhir semester tujuh di penghujung 2022. Saat di Kampus Unpam berkali saya melihat Pak Darsono, tetapi karena status mahasiswa merasa tidak layak berbincang dengan orang nomor satu di Unpam. Saya mencoba menempatkan diri sesuai posisi.
Jumat pagi grup mahasiswa Unpam dipenuhi ucapan duka cita. Terkejut ketika mencermati pesan yang terus bersliweran. Orang baik itu, Pak Darsono dipanggil Tuhan, berpulang. Ia sosok pewujud mimpi banyak orang. Mimpi memiliki rumah, mimpi bisa sekolah, mimpi bisa kuliah, sampai mimpi berobat murah. Meskipun mimpi-mimpi besarnya belum terwujud, seperti ia pernah cerita ingin membuka rumah sakit murah dan mungkin mimpi lainnya lainnya tetapi Pak Darsono sudah membantu banyak orang mewujudkan mimpinya. Itu sudah luar biasa.
Semoga Pak Darsono mimpi indah dalam tidurnya yang abadi di sisi Tuhan.
Salam duka.
Eddy Koko