saya dan sang mentor
TAHUN 2012, pada suatu hari, tiba-tiba telpon genggamku berdering saat saya mengemudi di jalan menuju Senayan. Awak redaksi Radio Trijaya, Retno Lodevica, menelpon bahwa saya dicari Pak Suryohadi. Saya kaget. Pak Suryohadi? Retno kenal Pak Sur? Ah?? Hanya satu nama Suryohadi dalam hidup saya yang saya kenal dan seingat saya di dunia hanya ada satu nama itu.
Dalam seketika muncul banyak pertanyaan di kepala saya ketika itu. Karena saya tahu pergerakan setiap staf redaksi Radio Trijaya kemana dan dimana hari-hari, termasuk Retno, dia tidak boleh meninggalkan ruang produser tanpa izin, maka saya pastikan orang yang mencari saya ada di kantor saya. Pak Suryohadi? Ada di kantorku? Cari saya tiba-tiba???
- Pak Suryohadi siapa? Saya tanya Retno penuh heran dan kaget.
- Pak Suryohadi, Jayakarta.
Saya makin bingung karena surprise. Orang yang saya kenal baik, guru saya, saya kagumi, selalu gembira, senioritasnya jauh di atas saya, sekian puluh tahun tidak ketemu tiba-tiba mencari saya.
- Kamu di mana? Ketemu Pak Suryohadi dimana?
- Saya di MNC (gedung MNC maksudnya), ini Pak Suryohadi di sini. Ini Pak Suryo mau bicara.
Seketika saya berkontak dengan Pak Sur.
- Ed, Lu dimana? Saya di kantor kamu, kamu malah pergi.
- Waduh, Pak Sur, apa kabar, ngapain di MNC? Dsb, dsb, dsb meluncur banyak pertanyaan.
Ok, saya menuju MNC. Pak Sur jangan pergi dulu.
- Saya masih lama. Masih dua sesi lagi kasih materi pelatihan.
Tanpa memikirkan lagi acara yang sedang saya tuju, mobil saya putar balik arah, meluncur ke Kebun Sirih, Gedung MNC. Kantor dan studio Radio Trijaya berada di gedung MNC lantai dua dan 15 tetapi tower antena tetap di Kebun Jeruk, kawasan RCTI, di sana dulu studio lama Radio Trijaya.
Rupanya Pak Sur ada di MNC dalam rangka memberi materi pelatihan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk wartawan MNC Grup. Selain wartawan Radio Trijaya juga ada tv, media online dan koran cetak sehingga cukup banyak pesertanya. Saya tau ada pelatihan karena saya yang menyertakan beberapa orang dari Radio Trijaya. Saya tidak ikut pelatihan UKW karena merasa, mosok sudah posisi Pemimpin Redaksi yang memimpin sekitar 60 wartawan di Jakarta dan berbagai kota masih ikut uji kompetensi?
Aturan harus ikut UKW setiap wartawan ini saya nilai aneh karena pukul rata, orang Jawa bilang gebyah uyah. Saya emoh! Sebab kalau saya tidak kompeten, tentu, saya tidak dipercaya memimpin media besar seperti Radio Trijaya dengan jaringan di kota-kota besar Indonesia. Pengalaman jadi wartawan cetak dan elektronik sejak tahun 1981 sampai aturan UKW diterbitkan tahun 2010 tidak dipertimbangkan. Biar sajalah. Kalau saya ikut UKW waktu itu? Lhoooooo, ketemu dilatih Pak Sur. Sudah sepuluh tahun saya jadi wartawan digembleng Pak Suryohadi lewat Koran Jayakarta. Memang hebatnya Pak Sur apa? Orang boleh suka atau tidak, mau mengakui atau tidak, fakta di lapangan, saat itu, ada setidaknya tujuh orang (mungkin lebih) menjadi Pemimpin Redaksi media punya nama di era reformasi adalah bekas anak buah Pak Suryohadi di Koran Jayakarta. Termasuk saya. Sebuah prestasi luar biasa dan beda.
Begitu jumpa Pak Suryohadi, bertepatan dengan istirahat pelatihan untuk makan siang, saya sampai di MNC. Kami langsung bergabung makan, ternyata ada Pak Petrus Suryadi (alm) dan Pak Abdullah Alamudi, juga wartawan senior yang sering saya undang jadi nara sumber di Radio Trijaya. Ada beberapa pemateri lain saya lupa. Kami bersenda gurau. Utamanya Pak Sur, kami saling brondong pertanyaan karena lama tidak ketemu. Cerita pengalaman yang ditimpali Pak Alamudi dan Pak Petrus. Tentu saya lapor, ada sekian alumni Koran Jayakarta yang memimpin media saat ini? Pak Sur tertawa senang. Pertemuan tidak lama karena acara dimulai lagi tetapi kemudian kami berkontak telponan sesekali. Sampai kemudian bergabung dalam grup Jayakartanews.com.
Bangga Menjadi Murid
Pernah jadi anak buah Pak Suryohadi buat saya adalah kebanggaan. Jauh sebelum saya bertemu Pak Sur di MNC, suatu kali Pak Sarwono Kusumaatmaja datang ke studio Radio Trijaya dan saya cerita pernah jadi anak buah Pak Suryohadi. Kontan Pak Sarwono menceritakan kenal Pak Sur sebagai wartawan istana, dulu. “Seingat saya dulu naik vespa, pakai kacamata hitam. Kayak cowboy,” kenang Pak Sarwono.
Kepada Pak Ridwan Saidi pun saya menjelaskan hubungan saya dan Pak Sur. Saya tau Babe Ridwan saidi pernah punya kolom di Koran Jayakarta dengan Pemred Pak Suryohadi dan ketika saya mengelola Radio Trijaya memberi ruang dalam acara Jakarta Punya Cerita setiap jumat sore. Juga kepada dukun politik Pak Permadi yang sering hadir ke talkshow saya Polemik Radio Trijaya di Warung Daun Cikini, mengendarai mobil Mini Coper-nya, saya cerita adalah anak buah Pak Suryohadi di Koran Jayakarta era Orba.
Saya masuk Koran Jayakarta pada September 1989 setelah sebelumnya pernah di Harian Lampung Pos di Lampung dan Majalah Mobil & Motor. Dalam liputan otomotif saya lihat ada Pak Suryohadi tetapi tidak kenal dan kemudian coba-coba melamar ke Jayakarta langsung ke Pak Sur di Redaksi Jayakarta masih di Jl. Dewi Sartika, Jakarta Timur. “Nggak janji, ya,” kata Pak Sur, seraya menerima berkas lamaran saya. Tidak sampai seminggu kemudian saya dipanggil bekerja menjadi wartawan Jayakarta sampai tutup tahun 1999. Praktis sepuluh tahun saya bergabung dan dimentori Pak Suryohadi.
Berbekal pengalaman dari Jayakarta yang pernah menjadi wartawan foto, musik, politik dan kriminal saya dipercaya mengelola ruang pemberitaan Radio Trijaya pada 2002 sampai 2015. Dari dua pengalaman di media berbeda tersebut membawa saya, saat ini, dipercaya mengajar jurnalistik dan siaran di perguruan tinggi negeri dan swasta. Saya percaya Tuhan maha pengatur itu tidak tidur.
Kini Sang Mentor itu telah berpulang. Ia meninggalkan jejak sejarah dimana setiap muridnya memiliki kisah khusus dan indah, karena Pak Pemred ini bergaul dengan staf Jayakarta seperti seorang bapak, teman dan guru. Selamat Jalan, Pak Sur.
Eddy Koko