KAPAN dan dimana saja ada Idang Rasyidi disitu ada anak muda. Idang bagaikan bunga manis yang selalu dikerubuti lebah penghisap ilmu. Idang selalu menyapa ramah kemudian memberi “kuliah” singkat kepada mereka yang bertanya seputar jazz. Seketika musisi muda mengerumuni. Pemandangan seperti itu selalu ada dimana Idang berada di Jakarta, di Batam, di Yogya, Palembang dan lainnya. Tapi kuliah gratis dari seorang maestro pianis jazz tersebut sekarang berhenti. Idang yang nama Chaidar Idang Rasjidi, Sabtu, 4 Desember 2021 malam wafat di Bogor karena sakit.
Saya beruntung dapat diskusi musik jazz dengan Idang Rasyidi dalam berbagai kesempatan khusus dan sepintas kala bertemu di suatu tempat. Setidaknya, saya pernah dalam satu rombongan show Idang Rasyidi, antara lain di Batam Jazz Festival, Singapur Jazz Festival 2001 dan North Sea Jazz Festival di Belanda tahun 2001. Penampilan di Singapura Idang main bersama putranya, Shaku Rasyidi, waktu itu kelas empat SD memainkan bongo. Sedangkan di North Sea Jazz, Idang main dalam grup Indonesia All Stars dengan personil Embong Raharjo (sax), Kiboud Maulana (gitar), Aji Rao (perkusi), Cendi Luntungan (dram), Jeffrey Tahalele (bas) dan vocal Syaharani. Bertemu dengan Idang sejatinya lebih banyak membahas musik jazz dan perkembangan walaupun tetapi ada kala merembet bocoran isu politik karena kedekatannya dengan beberapa orang politik. Pernah satu masa, saya dan Yohanes Gondo (pianist), bergegas pulang, baru sadar waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi ngobrol sejak sore di teras rumahnya, Bogor.
Perhatian Idang Rasyidi terhadap perkembangan musik jazz di Indonesia sungguh luar biasa. Idang tidak hanya berpetuah tetapi action, aktif membimbing anak muda yang berminat pada musik jazz. Suport Idang dapat dilihat dari hadirnya dia dalam berbagai festival jazz yang diselenggrakan anak-anak muda di di kota besar sampai dusun-dusun. Bisa dibayangkan, betapa bangganya anak muda yang baru menghidupkan komunitas musik jazz di kampungnya dihadiri tokoh jazz Indonesia. Nama Idang sangat dikenal didunia jazz Indonesia. Dengan perhatiannya tersebut Idang Rasyidi menjadi pahlawan penggerak komunitas jazz di Indonesia yang sekarang menjamur. Tidak mengherankan kepergian Idang memunculkan banyak komentar duka dan diskusi kenangan dari para jazzer muda di media sosial.
Kedekatan, perhatian dan penghargaan Idang kepada musisi muda juga dapat dilihat dari penampilannya di berbagai pertunjukan, baik di show regular tiap pekan sampai di festival musik jazz, seperti Java Jazz Festival. Idang sebagai pianis senior tampil dengan rythm section semuanya musisi muda. Sejak dulu. Idang pernah menggandeng Arief Setiaji (saxophone), Bintang Indrianto (bass), termasuk dokter Tompi dan banyak lainnya yang tidak cukup ruang ini menyebut nama-nama anak muda pernah main bersamanya. Tentu Idang bermain dengan para senior jazz Indonesia lainnya, seperti Benny Likumahuwa, Beny Mustafa, Maryono, Ireng dan lainnya yang semua sudah almarhum.
Gaya Permainan
Setiap musisi punya gaya permainan sendiri walaupun tetap terinspirasi musisi pujaannya atau sang legenda. Gaya permainan piano Idang Rasyidi cukup memilki kekhasan dan disukai banyak orang dilihat dari selalu banyak penonton saat pertunjukan. Tetapi pengaruh pianis jazz dunia, Keith Jaret, tampak ada pada Idang, terutama pada intro-intro permainan lagu yang dibawakannya. Idang bukan musisi yang tertutup, ia juga memasukan unsur tradisional, standard sampai fussion dalam permainanya. Idang juga bergaul luas, bisa disimak dalam berbagai festival jazz bertaraf internasional selalu berbaur dengan musisi jazz dunia. Idang tidak merasa datang dari negara berkembang dalam pergaulan jazz internasional.
“Indonesia itu disegani. Kita negara besar. Nama musisi-musisi jazz Indonesia diperhitungkan. Sejak dulu. Ini bisa dilihat dari jejak Om Bubi Chen yang diperhitungkan dunia dan masuk dalam ulasan Majalah Down Beat. Bahkan disebut Art Tatum dari Indonesia. Mosok kita minder bergaul dengan musisi dunia. Janganlah,” tutur Idang, suatu hari, usai bercengkerama dengan Al Jarreau dan sejumlah musisi dunia lainnya, saat makan pagi, di sebuah hotel, Den Haag, Belanda. Majalah Down Beat merupakan media kelas dunia yang banyak mengulas musik dan musisi jazz dunia. Art Tatum sendiri adalah pianis jazz legendaris dari Amerika.
Dalam pengamatan Howie Chen, putra dari pianis Bubi Chen, permainan piano Idang Rasyidi di Indonesia tidak ada duanya. Howie bergaul akrab dengan Idang sehingga ia paham keseharian dan permainan musik jazz asal pulau Bangka Belitung ini. Menurut Howie, Idang memiliki gaya permainan wide range style, semua corak musik jazz ada padanya.
“Saya mencermati, gaya permainan pianis kelas dunia, seperti Herbie Hancock, Keith Jarrett, Chick Corea, Bob James, Dave Grusin dan lainnya ada pada seorang Idang Rasjidi. Cara membawakan sebuah lagu selalu saja menarik untuk disimak dan mampu membius penonton. Sebuah lagu straight-forward mainstream jazz bisa dibuat dengan gayanya yang lucu. Mas Idang nggak segan-segan ngejam dengan rookie dan tetap nyaman dengan gaya permainannya,” kenang Howie yang pernah ngejam dengan Idang dan merasa terangkat gaya permainannya.
Diluar musik jazz Idang Rasyidi sosok yang banyak membantu teman kala butuh bantuan. Iya juga memperjuangkan honor para musisi jazz sehingga layak diterima mereka melalui lobi-lobinya. Idang juga sosok yang humoris. Itu sebab ia pernah punya acara bersama Ebet Kadarusman dalam acara Salam Canda di RCTI. Idang selalu menunjukkan senyum, ramah dan santun kala berbincang dengan orang. “Inilah, Idang yang sangat Rasyidi,” teriak Kang Ebet Kadarusman memanggil Idang masuk arena Salam Canda.
Selamat jalan Mas Idang Rasyidi, Pahlawan Komunitas Jazz Indonesia!
Eddy Koko – Penikmat Musik Jazz