Sebelum program transmigrasi di lakukan oleh pemerintah Republik Indonesia sebetulnya Belanda lebih dahulu melaksanakan program yang sama dengan nama Kolonisasi.
Tahun 1905 Belanda memindahkan seba nyak 155 kepala keluarga (KK) asal Ba gelen, Kedu, Jawa Tengah ke Desa Bagelen, Gedong Tataan, Lampung. Nama Desa Ba gelen Lampung memang mengambil nama dari desa asal transmigran ketika itu karena ben tuk pemindahannya mirip bedol desa.
Bukan hanya ke Gedong Tataan kolonisasi dilakukan, tetapi juga ke wilayah Lampung lain, ditandai ada nama Desa Begelen, pekalongan, Bantul, Yogya, Jepara, dan lainnya. Nama tersebut mengambil nama daerah asal penduduk yang dipindah Belanda ke Lampung.
Transmigrasi pada masa itu merupakan program menarik bagi sejumlah masyarakat di pulau Jawa yang hidup dalam kekurangan. Menurut Bung Karno, transmigrasi bukan program memindahkan kemiskinan ke luar pulau Jawa, tetapi menyebarkan penduduk dan tenaga ke seluruh Nusantara agar Indonesia menjadi negara kaya dan tenteram.
Sampai dengan era pak Harto program transmigrasi berjalan lancar dan relatif populer. Memasuki Era Reformasi terkesan transmigrasi mulai terabaikan dan kementerian yang menangani juga tidak khu sus, tetapi digabung dengan tenaga kerja.
Memang peng ga bungan tersebut bukan ukuran karena zaman Orde Baru juga pernah digabung dengan Kementerian Koperasi misal nya. Jika anak muda sekarang ditanya ten tang transmigrasi, bisa jadi sebagian besar tidak paham. Tidak heran jika semakin langka anak muda bersedia mengikuti program bertransmigrasi.
Zaman sudah modern dan semakin maju, tetapi stan dar fasilitas dan pengelolaan lahan transmigrasi masih gaya lama. Bahkan, bisa dikatakan, tidak beda dengan zaman kolonisasi. Transmigran datang kelokasi menebang pohon-pohon besar, membersihkan dengan cara dibakar, dan pengolahan ta nah masih menggunakan cang kul.
Jalan di permukiman juga tidak berubah, tanah liat tanpa batu dengan rumah semi permanen tanpa aliran listrik. Maka perlu dipi kir kan, jika transmigrasi ma sih dilan jut kan, per lu dipikirkan pengelolaan yang modern. Kemudahan akses kepada dunia luar wila yah nya menjadi pertimbangan agar mereka tidak merasa terisolasi.
Termasuk juga peru mah an yang layak seperti pro duk perumnas dengan jaringan televisi dan komunikasi yang baik. Dengan begitu, pemuda desa dipulau Jawa atau kota berpenduduk padat diharapkan kembali berminat ikut ajakan pemerintah membangun de sa baru lagi.
Transmigrasi Suriname
Program transmigrasi tidak melulu dari pulau Jawa, tetapi juga ada pemindahan pen du duk lokal dengan istilah Trans lok. Tahun 80-an misalnya pro vinsi Lampung sudah me la ku kan program Translok akibat pa datnya penduduk di satu wilayah, sementara masih ada la han luas yang kosong.
Yang menarik adalah ada program transmigrasi dari Suriname ke Indonesia dengan nama Gerakan Mulih Djowo atau Gerakan pulang ke Indonesia pada 1954. Dalam sejarah penjajahan di Indonesia tercatat, pada 1890 sebanyak 32.965 orang dari pulau Jawa dipaksa berangkat ke Suriname sebagai kuli menggantikan budak asal Afrika yang dibebaskan pada 1 Juli 1863.
Suriname merupakan salah satu wilayah jajahan Belanda di Amerika Selatan. Tahun 1950 dilaksanakan pemilihan umum di Suriname menjadi daerah otonom di bawah Kerajaan Belanda dan praktis seluruh yang tinggal di Suriname menjadi warga negara Belanda.
Tetapi, banyak orang Jawa di Suriname yang menolak menjadi warga negara Belanda dan memilih tetap se ba gai warga negara Indonesia. Mereka yang menolak ini men coba kembali ke Indonesia dengan cara mengirim utusan menghadap presiden menyam paikan niatnya pada15 Oktober 1951.
Setelah menunggu cukup lama dan hampir putus asa akhirnya, atas biaya sendiri, warga Indonesia di Suriname tersebut berhasil pulang ke Indonesia pada 4 Januari 1954 menggunakan kapal laut MS Lang koeas. Awalnya pemerintah Indonesia akan menempatkan di wilayah transmigrasi Metro Lampung, tetapi batal dan di alihkan ke Desa Lingkin Baru, Ka bupaten pasaman, Sumatera Tengah sekitar 180 km dari Kota padang.
Agen Pembangunan
Menyimak perjalanan panjang transmigrasi dari zaman kolonisasi sampai kini, transmigran dan keturunannya bukan sekadar buruh pengolah tanah yang mencari nafkah, tetapi juga sebagai agen pembangunan. Mereka terbukti mampu bersinergi, kemitraan, persaudaraan untuk memajukan dae rah sekaligus pelopor dalam memperkukuh kerukunan war ga bangsa yang beraGam agama, suku, serta budaya.
Indi kator keberhasilan Gerakan Trans migrasi, yaitu terpeliharanya kedaulatan wilayah, pemerataan ekonomi, dan harmonisnya hubungan sosial budaya. Bahwa ada yang menganggap program transmigrasi sekarang tidak lagi relevan boleh saja.
Namanya pendapat dan pen dapat juga bisa berbeda. pada kenyataannya, transmigrasi bukan sekadar memindahkan manusia, tetapi memiliki andil terhadap kemakmuran negeri. Alasan lahan yang luas tidak tersedia lagi itu di sebabkan kebijakan lebih berpihak kepada pengusaha, bu kan kepada program trans mi grasi.
Transmigrasi sejatinya masih merupakan salah satu program mengatasi kepadatan penduduk, penyediaan pangan melalui pertanian, dan sebagainya guna mengurangi ketergantungan pada impor.
EDDY KOKO
Wartawan Senior, Anak Transmigran
Ganjar Ora Diundang
Tulisan ini telah dimuat di Koran Sindo Edisi, Selasa, 8 Juni 2021 DRAMA dengan lakon Ganjar Ora Diundang, ternyata lama...