SEBAGAI wartawan dan pengelola program talkshow yang banyak mengangkat isu politik, membuat saya akrab bergaul dengan politisi. Banyak dari mereka yang mengungkapkan, habis sekian miliar rupiah untuk bisa sampai Senayan. Tentu maksudnya menjadi Anggota DPR. Penjelasan itu bisa saya pahami karena merasakan sendiri pertarungan di lapangan. “Si Bos habis sepuluh milyar,” kata seorang staf anggota dewan senayan.
Ketika seorang teman, Caleg Cekak (minim dana), ngajak ngobrol, dia maju menjadi Caleg 2019, saya terus terang mengingatkan untuk jangan coba-coba memaksakan diri. Tapi karena dia minta cerita beneran di lapangan, maka saya tanpa tedeng aling-aling ngoceh juga. Setelah mendengar kisah lapangan sang teman tampak loyo, kemudian dia bilang, “Saya tetap maju atas bantuan Tuhan. Bismillah!”
Sebagai orang beriman, adalah wajib hukumnya berserah diri pada Sang Maha Pengatur. Segala upaya dilakukan para Caleg, soal menang kalah itu wilayah Tuhan. Sepakat. “Bismillah,” kalimat ini sering keluar dari mulut para Caleg Muslim.
Waktu masih sekolah di SMA, saya punya teman yang belajar bela diri. Tak usah sebut alirannya. Bertahun-tahun dia berguru. Maka, katanya, ilmunya fasih banyak jurus. Pendeknya, teman pesilat ini ditakuti. Tapi ketika berantem lawan abang becak (teman main sehari-hari juga), karena tukang becak tidak mengenal jurus, maka menyerang dengan brutal. Teman pesilat tampaknya kalang kabut. Merasa terpojok, dia gigit kuping tukang becak. Tukang becak menjerit. Kontan kami melerai.
Jadi banyak orang, ketika terpojok, maka jurus atau pelajaran atau teori yang pernah dia dapat seketika ditanggalkan. Etika dia abaikan. Yang penting selamat. Bila perlu gigit kuping atau bayar orang untuk menang.
Begitu juga Caleg yang pernah mendapat pembekalan berapa Jurus Merayu Rakyat untuk memilihnya. Ketika situasi menjadi tidak jelas, usaha sudah dilakukan dan duit sudah habis banyak keluar, survey amatiran dilakukan. Lho koq, tidak ada harapan. Sholat sudah, Bismillah sudah, tapi tetep jeblok. Maka jangan heran banyak yang lari pergi ke dukun. Aneh, Bismillah tapi ke dukun. Musyrik, Bro!
Musim Caleg begini, dukun pun bertindak. Mereka disebut “Orang Pintar”. Pintar ngakali. Bahkan mereka juga pasang iklan bahwa siap memenangkan Caleg. Chek saja media. Iseng saya tanya berapa tarifnya? Dengan jelas dia sebutkan, Rp. 400 juta. Kalau menang nanti tambah bayarannya. Luar biasa. Yakin menang? Dia jawab, yang penting ikuti aturannya. Apa aturannya? “Bayar dulu, dong,” katanya.
Ambil jalan pintas ke dukun, umumnya, dilakukan sejumlah Caleg karena mendapat saran dari orang sekitarnya. Mereka yang direkrut atau menawarkan diri menjadi tim sukses banyak yang bertindak asal. Kurangnya pengalaman, intelektual dan agama tetapi ingin menjadi pahlawan di depan sang Caleg maka bernasehat ngawur. Bukan hanya Caleg Cekak, termasuk juga Caleg Berduit karena tekanan harus menang, kepala pusing tanda kemenangan belum ada, orang Jawa bilang, tindak ke dukun. Pergi ke “orang pintar”.
Ganjar Ora Diundang
Tulisan ini telah dimuat di Koran Sindo Edisi, Selasa, 8 Juni 2021 DRAMA dengan lakon Ganjar Ora Diundang, ternyata lama...