Pianis Rita Silalahi (36 tahun) layak merasa bangga dengan prestasi yang dicapainya sekarang. Kelompok band yang dipimpinnya tampil secara rutin dalam sebuah acara di televisi. Tidak banyak musisi wanita mendapat kesempatan seperti itu. Posisi tersebut banyak didominasi kaum pria. Prestasi tersebut dicapainya dengan kerja keras. Ia cukup percaya diri untuk memilih musik sebagai jalan hidupnya. Ia juga berhasil memimpin grup B-Soul selama lima tahun. Grup itu didukung oleh 13 personel.
Rita mengaku, sejak kecil telah mempunyai keinginan menjadi musisi. Begitu lulus SLTA, ia tidak memilih kuliah seperti mayoritas remaja seusainya, tetapi “merengek” kepada orangtuanya diizinkan sekolah musik di Boston, AS.
“Semula orangtua tidak mengizinkan. Alasannya, saya anak perempuan dan belum pernah tinggal jauh dari orangtua. Setelah melalui berbagai perdebatan dan pertimbangan, akhirnya diizinkan. Saya berangkat tahun 1984 dan pulang ke Indonesia tahun 1990,” cerita Rita di rumahnya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Les Piano
Nick Mamahit telah menyarankannya untuk belajar musik di Boston, jika ingin memperdalam keahlian di bidang komposisi musik. Nick Mamahit adalah salah seorang guru piano Rita ketika masih duduk di bangku SLTA. Sebelumnya, seperti juga semua saudaranya yang lima orang, Rita belajar piano secara privat di rumahnya. Nick Mamahit bersedia memberikan kursus piano hanya pagi hari. Hal itu membuatnya sering membolos dari sekolahnya.
Keseriusannya untuk menekuni dunia musik sudah terlihat sejak masih di SLTA tahun 1982. Ia membentuk grup band yang memainkan lagu-lagu sedang populer ketika itu. Yang ada dalam benaknya hanya bermusik. Ia tidak mempunyai keinginan jadi sarjana di bidang ekonomi atau teknik. Padahal, orangtuanya menginginkan Rita menjadi seorang sarjana, bukan musisi. “Saya tidak pernah berpikir, jadi musisi bisa makan atau tidak. Yang saya pikirkan, saya ingin main musik. Itu saja,” kata Rita.
Sepulang dari Boston, Rita memberanikan diri melamar pekerjaan ke Hotel Borobudur sebagai musisi. Waktu itu ia belum banyak dikenal musisi Indonesia. Ia diterima dan langsung main di salah satu restoran di hotel tersebut. Tetapi, hanya enam bulan Rita bermain di sana. Sejumlah musisi Jakarta mulai mengenalnya dan mengajak main dalam sebuah grup. Sejak itu, Rita main di beberapa tempat hiburan bersama sejumlah musisi, antara lain Yance Manusama, Ari Ayunir, Anto Hoed dan lainnya. Selanjutnya, Addie MS mengajaknya main dalam Twilite Orchestra. Erwin Gutawa juga mengajaknya tampil dalam konser Ruth Sahanaya tahun 1992.
B-Soul
Rita mengatakan, tahun 1996 ia membentuk kelompok B-Soul. Personelnya adalah musisi yang tergabung dalam orkestranya Erwin Gutawa. “Ketika itu, usai konser Ruth Sahanaya, mereka tidak mempunyai kegiatan. Saya merasa hubungan kami selama menjadi rhythm section (pengiring) Ruth Sahanaya cukup baik dan akrab. Saya pikir, sayang kalau kami harus bubar. Kemudian saya ajak teman-teman membuat grup dengan nama B-Soul. Tetapi meskipun begitu, jika Erwin Gutawa main, kami masih ikut main. Termasuk waktu tur ke lima kota di AS bersama Ruth Sahanaya,” Rita bercerita.
Musik yang dimainkan B-Soul tidak terbatas pada satu warna saja, tetapi sangat fleksibel, yaitu dari Top 40 sampai big band. Kekuatan B-Soul pada brass sections-nya, di antaranya ada peniup saksofon Arief Setiadi dan Didi Maruto (trompet). Bentuk ini yang kemudian dipertahankan Rita bersama teman-temannya dan ditampilkan dalam sebuah acara di televisi. Semua personelnya sepakat memilih tempat tinggal Rita sebagai markas B-Soul. Alasannya, di sana sudah tersedia studio untuk latihan dan rekaman.
Keterlibatan personel B-Soul mengisi acara di televisi tidak terlepas dari peran Rita. Awalnya, secara pribadi, Rita ditawari mengisi paket musik itu sebanyak 30 episode. “Tetapi saya ‘kan mempunyai grup, mempunyai teman- teman musisi yang tergabung dalam B-Soul. Kenapa bukan mereka yang saya tarik? Pihak yang menawari saya setuju. Jadilah kami main dalam acara tersebut,” ujar Rita.
Sampai sekarang Rita belum memikirkan membuat suatu rekaman secara komersial. Ia ingin main musik untuk kepuasan sendiri. Tidak ingin terjebak dalam musik industri. Meskipun begitu, karyanya sudah tersebar ke berbagai negara, seperti Australia, Singapura, AS dan sebagainya. Namun suatu hari ia tetap ingin membuat karya yang ia mainkan dan direkam untuk dilempar ke pasaran umum.
“Sementara ini, saya dan teman-teman membuat karya musik yang betul-betul kami garap dari kami dan untuk kami. Antara lain bersama Edo Kondologit, Tohpati, Glen, dan sejumlah musisi lainnya, kemudian kami edarkan melalui teman musisi yang ada di luar negeri. Selain itu kami juga terlibat dalam yayasan sosial HOPE (Helping Order People Everywhere) bermarkas di Philadelphia. Yayasan ini memberi kami order membuat musik dan hasil penjualannya untuk yayasan tersebut,” kata Rita.
Pianis ini cukup bahagia karena sebagai musisi ia tidak hanya memiliki sebuah piano, tetapi juga studio rekaman yang dikelolanya sendiri. Sejumlah musisi, seperti Tohpati, Indro (bas), grup Halmahera dan beberapa musisi lainnya, ikut memanfaatkan studio itu. Kini, tinggal suami yang belum dimiliki Rita. Menurut dia, itu masuk dalam target hidupnya. (Oleh: – Eddy Koko)