Berduet dengan penyanyi Nicky Astria bukanlah sesuatu ‘kejanggalan’
dilakukan seorang penyanyi seperti Chrisye. Sebab publik atau penggemar
Chrisye, terutama dekade sembilan puluhan, jelas mengenal Nicky Astria.
Selain itu, jalur musik yang dilalui Nicky tidak begitu jauh jaraknya,
boleh dibilang, berdampingan dengan yang ditekuni Chrisye. Tetapi jika
yang dipasang duet dengan Chrisye adalah Waljinah, pasti banyak orang
tertegun, bertanya-tanya, tertawa dan, yang pasti, kejutan!
Bagi sebagian besar anak muda penggemar Chrisye, terutama yang hidup
remaja pada tahun sembilan puluhan, nama Waljinah jelas asing di telinga
mereka. Kalaupun pernah mendengar nama tersebut mungkin karena mendapat
ceritera dari sang ayah atau ibu yang, kebetulan, masih tergolong
‘orang lama’. Selain orang lama, dipastikan, orang tua tadi merupakan
keluarga Jawa yang masih menyukai musik langgam Jawa atau uyon-uyon,
minimal musik kroncong, campursari atau penikmat pergelaran wayang
kulit. Sebab dari dunia itu tadi sosok yang bernama Waljinah datang,
dunia yang dienggani sebagian besar kaum remaja.
Keroncong
Selain sebagai penyanyi keroncong, Waljinah juga seorang pesinden
(penyanyi dalam pergelaran wayang kulit) yang pamor dan kepiawaiannya
masih sulit dicari tandingannya sampai sekarang. Dalam penayangan
pergelaran wayang kulit di televisi, terutama dalang terkenal tampil,
wajah Waljinah sering terlihat.
Waljinah pada zamannya sekitar tahun 1970-an merupakan primadona di
dunia musik keroncong. Ia tidak hanya dikenal di panggung, tetapi juga
lewat album-albumnya yang kala itu masih dalam bentuk piringan hitam dan
direkam perusahaan rekaman Lokananta di Surakarta. Salah satu lagu yang
cukup dikenal lewat Lokananta adalah Ayo Ngguyu (Mari Tertawa). Tidak
diketahui siapa penciptanya. Album-album selanjutnya, Waljinah
mempercayakan rekamannya kepada Perusahaan Rekaman Elshinta di Jakarta
dan keluarlah album Jangkrik Gengong yang membuatnya semakin berkibar,
kemudian Djago Kate dan Walang Kekek serta lainnya. Lagu Walang Kekek
menjadikan Waljinah dijuluki ‘Si Walang Kekek’.
Kepiawaian Waljinah tidak hanya dalam menyanyi, ia juga mampu
mengkoordinir sejumlah pemusik keroncong dan memimpinnya lewat Orkes
Keroncong Bintang Surakarta. Orkes yang mengiringi setiap rekaman
album-album Waljinah. Hampir semua pencipta lagu-lagu keroncong pernah
menyodorkan karyanya untuk dibawakan Waljinah. Sebut saja, Gesang,
Ismanto, Anjar Ani, Sapari dan tidak ketinggalan dalang Ki Nartosabdho.
Para pencipta tersebut memiliki kepercayaan, lagu karyanya semakin indah
dan hidup lewat suara emas Waljinah. Waljinah memang memiliki karakter
sendiri. Hampir semua lagu yang dibawakannya berliriknya berbahasa Jawa,
hanya satu dalam bahasa sunda, yaitu Bajing Loncat karya Kosomandjaya
dalam album Djangkrik Gengong.
Percaya Diri
Lewat album Badai Pasti Berlalu milik Chrisye yang direkam ulang bersama
Erwin Gutawa, tiba-tiba nama Waljinah muncul sebagai guest stars
bersama Nicky Astria dan Aning Katamsi (seriosa). Chrisye juga menggaet
Waljinah ke atas panggung dalam pergelarannya, pekan lalu. Peristiwa ini
jelas menjadi pengobat rindu pagi penggemar Waljinah. Sekaligus
memperkenalkan publik remaja sosok penyanyi yang selama 30 tahun lebih
mempunyai namanya tidak pudar dan konsisten pada musik atau budaya
bangsa.
Waljinah yang jauh lebih senior dari Chrisye tampil begitu percaya diri
di panggung. Ia tampak tidak sungkan dan grogi memasuki ‘belantara musik
populer’. Waljinah tetap tampil dengan gayanya seorang Waljinah.
Mengenakan pakaian yang kontras dengan dunia musik pop, stelan kebaya,
rambut disanggul dan selendang panjang ‘semampir’ di pundaknya, Waljinah
tampil tanpa salah. Ia disambut tepuk tangah meriah dan teriakan
penonton, entah kagum atau mengolok-olok gayanya. Maklum penontonnya
banyak kaum muda yang bangga akan budaya asing dan hampir-hampir tidak
mengenal musik keroncong. Mereka menilai keroncong adalah ‘kuno’ dan
tidak memiliki gengsi. Boleh jadi, sama sekali tidak ada yang tahu,
Waljinah hidup makmur lewat musik bangsanya.
Dibandingkan Chrisye yang tidak pandai bergaya, monoton, apa pun irama
lagunya tetap tidak bergerak, gaya Waljinah lebih hidup dan luwes di
panggung. Begitu keluar, Waljinah langsung menyanyi, ‘menyapu’ panggung
dan mengunjungi penonton, sebelum sampai kepada Chrisye. Semuanya
dilakukan dengan profesionalitas seorang Waljinah. Gaya dan senyumnya
menunjukkan ia begitu percaya diri. Tidak gentar dengan seorang Chrisye,
Nicky Astria, Aning Katamsi yang ia tahu bahwa penonton pergelaran
pasti lebih mengenal mereka daripada dirinya.
Spontan
Berbeda dengan Nicky yang banyak berimprovisasi dalam gerak dan lagunya,
malam itu, Waljinah menyanyi sesuai dengan partitur rekaman. Gayanya
pun tetap anggun, kontras dengan gaya rock Nicky. Ia tetap
mempertahankan cengkok keroncong dengan warna suara sinden mendendangkan
lagu Semusim.
“Ajakan terhadap Waljinah membawakan lagu Semusim dalam album Badai
Pasti Berlalu terjadi secara spontan ketika mulai proses rekaman. Saat
itu juga kami menghubungi Waljinah dan langsung mengirimkan lagu yang
akan dibawakannya. Hanya dua kali berkomunikasi, kemudian Waljinah
datang ke Jakarta langsung rekaman,” ceritera Chrisye di Studio Musica.
Waljinah sendiri mengaku, sangat gembira dan suprise ikut terlibat dalam
proyek Erwin Gutawa dan Chrisye ini.
Kini, banyak orang sudah menyaksikan dan membuktikan, Waljinah adalah
seorang artis besar. Ia mampu tampil atau berkolaborasi dengan musik pop
atau di luar jenis musik yang ditekuninya. Lantas, masihkah ia
dikatakan sebagai artis pinggiran, ketinggalan zaman dan tidak layak
diikutkan dalam proyek atau pergelaran-pergelaran besar? Semoga tidak.
Kita berharap muncul Waljinah-Waljinah baru yang mau melestarikan budaya
Indonesia.
Dibaca: 02958 kali